Anissa, yang semenjak masa kecilnya bermimpi untuk dapat berkunjung ke Belanda di mana ia dapat menemukan kembali ibu kandungnya yang telah meninggalkan dirinya, berjanji bahwa ia hanya akan menerima cinta dari pria yang berhasil membawanya ke Belanda terlebih dahulu. Mengingat latar belakang Gilang yang berasal dari keluarga yang berada, Anissa menambahkan bahwa uang yang digunakan haruslah uang yang berasal dari keringat mereka sendiri. Gading dan Daud akhirnya memulai perjuangan mereka untuk meraih cinta Anissa. Sementara itu, Anissa sendiri menyembunyikan sebuah fakta pahit bahwa dirinya saat ini sedang mengidap sebuah penyakit yang dapat merenggut nyawanya kapan saja.
Dengan tema kisah cinta segitiga yang dibauri dengan kisah sentimental tentang perjuangan seorang karakter dalam menghadapi sebuah penyakit yang mematikan – kisah yang akhir-akhir ini sering dieksploitasi oleh banyak pembuat film komersial Indonesia – Monty Tiwa sebenarnya dapat saja mengambil jalan mudah dan membuat filmnya berjalan seringan mungkin, semelankolis mungkin ataupun merangkainya dengan deretan dialog sepuitis mungkin. Namun, Sampai Ujung Dunia melawan setiap ekspektasi dangkal tersebut. Dihadirkan dengan alur cerita yang tidak teratur, Monty Tiwa berusaha untuk menghadirkan Sampai Ujung Dunia secara sederhana, realistis namun tetap mampu hadir romantis.
Tidak seperti kebanyakan film drama romansa sejenis yang berusaha menampilkan deretan dialog yang terdengar puitis untuk menambah atmosfer romansa dan keindahan dari jalan cerita filmnya, Sampai Ujung Dunia justru menghadirkan sisi romansa tersebut dari deretan dialog yang wajar terdengar dalam dialog keseharian. Permasalahan mungkin muncul dari usaha Monty Tiwa yang berusaha menghadirkan dua peristiwa dalam satu penceritaan – kisah perjuangan Gilang dan Daud dalam mewujudkan mimpi Anissa serta dialog yang terjalin antara Gilang dan Daud dengan ibunda Anissa (Tutie Kirana). Datarnya aliran emosi yang terbentuk ketika jalan cerita sedang menghadirkan adegan dialog antara Gilang, Daud dan ibunda Anissa seringkali membentuk sebuah ketimpangan emosi, khususnya ketika dibandingkan dengan penceritaan usaha Gilang dan Daud dalam mewujudkan mimpi Anissa yang mampu dihadirkan lebih berwarna dan menarik.
Directed by Monty Tiwa
Produced by Sumarsono, Garry Aditya
Written by Monty Tiwa, Tino Kawilarang
Starring Gading Marten, Renata Kusmanto, Dwi Sasono, Roy Marten, Chintami Atmanegara, Sudjiwo Tejo, Sita Nursanti, Tutie Kirana, Deddy Mahendra Desta, Iwa K, Dimas Projosujadi, Diaz Ardiawan, Imey Liem
Music by Bongky Marcel, Ganden Bramanto
Cinematography Rollie Markiano
Editing by Cesa David Luckmansyah, Ryan Purwoko Studio Nasi Putih Pictures
Running time 97 minutes
Country Indonesia
Language Indonesian
1 comment:
postingan yang sangat bagus...
Post a Comment